BATIK GRINGSING KABUPATEN BATANG
SEBAGAI BUDAYA KEARIFAN LOKAL
Oleh :
Wachid
Mucharom, S.Pd.,M.Pd.
Gringsing merupakan salah satu Kecamatan di Kabupaten Batang
yang terletak di ujung timur Kabupaten Batang. Gringsing dikenal sebagai daerah
pantura yang memiliki cuaca relatif panas, dengan demografi penduduk yang
terdiri atas petani, pedagang, wiraswasta dan ASN dengan kultur budaya religius
sejak dulu. Sejarah Gringsing tidak lepas dari riwayat Ki ageng Gringsing yang
merupakan ulama atau tokoh asal muasal terjadinya daerah Gringsing.
Kiai Ageng Gringsing merupakan seorang pangeran yang
mengembara dari daerah Gunungpati, Cirebon, Jawa Barat. Nama aslinya adalah
Syekh Maulana Raden Abdullah Saleh Sungging. Dalam perjalanannya menyebarkan
agama Islam di wilayah Jateng, Kiai Ageng Gringsing sampai di daerah Gringsing,
Kadipaten Batang, tepatnya di Desa Kendalsari Sembung, Kecamatan Limpung, Tiba
di sini sekitar tahun 1600-an.
Sebagai waliyullah , beliau mempunyai kelebihan yang tidak
dimiliki orang lain. Di antaranya saat beristirahat Kiai Ageng Gringsing
menancapkan tongkatnya ke tanah. Tiba-tiba tongkat tersebut bersemi dan menjadi
sebatang pohon. Bahkan pohon itu masih ada sampai sekarang, pohon itu diberi
nama pohon Kendalsari. Haul dilakukan setiap bulan Muharam, karena
ditemukannya makam Kiai Ageng Gringsing itu bertepatan bulan Muharam.
Kecamatan Gringsing terdiri atas 15 desa, yaitu Plelen,
Gringsing, Krengseng, Surodadi, Sentul, Kutosari, Mentosari, Yosorejo,
Saawangan, Lebo, Ketanggan, Kebondalem, Sidorejo, Tedunan, dan Madugowongjati.
Di Desa Plelen terdapat hutan yang terkenal di daerah pantura, yaitu Alas
Roban. Sementara di daerah pesisir Kecamatan Gringsing, tepatnya di Desa
Sidorejo terdapat wisata pantai yang dikenal dengan nama Pantai Jodo.
Gringsing memiliki kearifan local dan produk yang merupakan
khas daerah Gringsing, yaitu Madu, Tari Simo dan Batik Gringsing. Ketiga
kearifan local tersebut sudah mengakar budaya dalam kehidupan masyarakat.
Banyak aspek kehidupan masyarakat yang ditopang dari ketiga kearifan local tersebut,
misalnya Kecamatan Gringsing terkenal dengan sentra produk madu lebah, banyak
petani lebah yang memproduksi madu baik secara perorangan maupun perusahaan.
Perusahaan yang paling terkenal adalah Pusat Apiari Pramuka Kwarda Jawa Tengah,
yang terdapat di Kecamatan Gringsing, dengan produk madu yang sangat terkenal
di seluruh Jawa Tengah bahkan sampai nasional.
Selain itu, Batik Gringsing sebagai produk kearifan lokal
juga memiliki akar budaya yang tidak kalah bagusnya. Batik Gringsing tersebut
sudah membumi dan membudaya dalam kehidupan masyarakat. Budaya tersebut bahkan
telah diangkat menjadi Batik Batang. Selanjutnya Batik Gringsing atau Batik
Batang tersebut dikenakan dalam dunia pendidikan sebagai salah satu seragam
sekolah yang ada di lingkungan Kabupaten Batang. Batik Gringsing memiliki ciri
khas latar belakang sarang lebah, yang dipadu dengan motif lain yang memberikan
warna eksotis sekaligus menjaga corak khas daerah Gringsing. Sekolah Dasar
sampai dengan Sekolah Menengah Pertama di Kabupaten Batang, mengenakan seragam
Batik Gringsing atau Batik Batang tersebut pada hari-hari tertentu.
Sejarah Batik Batang atau Batik Gringsing, tidak lepas dari
sejarah Batik Pekalongan yang merupakan sentra batik yang terdekat dan lebih
tua dari Batik Batang. Kabupaten Batang dulunya adalah wilayah Pekalongan
sebelum pemekaran, bahkan sampai saat ini Kabupaten Batang termasuk wilayah Eks
Karesidenan Pekalongan. Batik Batang sebenarnya sudah ada sejak zaman Hindia
Belanda, salah satu petunjuk yang bisa dipelajari adalah munculnya nama Batik
Gringsing yang merupakan salah satu wilayah di Kabupaten Batang, selain itu itu
juga ditemukannya Arca Sri Vasudara di Dukuh Balai Kambang Desa Lebo Kecamatan
Gringsing. Arca Sri Vasudara tersebut sekarang disimpan di Museum Ronggowarsito
Semarang. Pada arca tersebut tampak mengenakan kain batik motif Batang atau
Gringsing. Batik motif Gringsing memiliki makna keseimbangan, kemakmuran dan
kesuburan.
Pada masanya dulu, perkembangan Batik Pekalongan yang lebih
dulu muncul sejak zaman pemerintahan Hindia Belanda. Batik Pekalongan yang
memiliki corak khas dengan warna-warna mencolok dan berani, amat berbeda dengan
Batik Solo yang memiliki aturan atau pakem dalam proses pembuatannya. Batik
Pekalongan memiliki corak yang berani, membuka tabir pakem yang dibawa oleh
Batik Solo, menyebabkan Batik Pekalongan dikenal sebagai batik budaya muda yang
berani mendobrak sistem feodalisme pada masa penjajahan. Akibatnya corak-corak
baru muncul di Pekalongan, motif-motf baru juga muncul di Pekalongan, yang mana
selanjutnya Batik Pekalongan terkenal dan saat ini menjadi sentra batik di
Indonesia. Sementara, imbas dari berkembangnya Batik Pekalongan tersebut,
menggeliatlah Kabupaten Batang dengan temuan motif baru yang berdasarkan pada
kearifan local. Jika dilihat dari corak yang ada, Batik Batang dan Batik
Gringsing tersebut merupakan perpaduan antara motif pakem dan keberanian
mendobrak dengan warna-warna yang berani dan bervariasi.
Pada umumnya, motif Batik Gringsing memiliki latar belakang
sarang lebah atau rumah tawon, sebagai implikasi dari produk kearifan lokal
madu di daerah Gringsing. Dalam sumber lain disebutkan bahwa latar belakang
batik Gringsing adalah motif sisik ikan yang juga menjadi bagian dari kearifan
lokal Kecamatan Gringsing. Selanjutnya ditumpangi atau dipadu dengan motif lain
seperti bunga, daun, grafis, abstrak dan motif lainnya. Warna-warna yang
menjadi ciri khas Batik gringsing adalah coklat, baik coklat tua mauun coklat
muda. Hal ini menandai bahwa masyarakat Gringsing lebih terkenal dengan ciri
agamis, pekerja keras serta santun
terhadap orang lain. Saat ini warna yang berkembang pada Batik Batang atau
Batik Gringsing tersebut sudah bervariasi tidak hanya coklat sebagai warna
leluhurnya, namun warna-warna yang muncul disesuaikan dengan kebutuhan pasar
secara ekonomi, kebutuhan budaya, kebutuhan religi serta kebutuhan dalam dunia
pendidikan.
Batang, 5 Oktober 2023
Berikut ini adalah motif-motif Batik Gringsing
batik gringsing semoga makin berkembang
ReplyDelete